Geliat Diskusi Budaya pada Forum Tanbihunan

Istilah tanbih, dalam tradisi tasawuf dikenal sebagai aktivitas pemberian nasehat atau wejangan oleh seorang guru mursyid kepada para muridnya. Di lingkungan pesantren Jawa, tanbih juga dikenal sebagai “pepeling”, biasanya diberikan oleh Kyai kepada para santri pada momen-momen tertentu.

Tanbihunan yang secara rutin digelar oleh Omah Tanbihun sepertinya mengambil spirit tanbih ini untuk dihidupkan.  Di era media sosial dan kecerdasan buatan (artifisial) seperti sekarang, kehadiran forum seperti ini menjadi relevan sebagai wadah untuk saling mengenal satu sama lain, saling menerima nasehat,  sekaligus bersama-sama ngangsu kawruh.  Acara tanbihunan ke-9  yang digelar di aula pendopo Kecamatan Batang Senin malam (17/07/2023) mengambil tema “Perjuangan Pusaka Nusantara”dan secara khusus mendiskusikan tentang kiprah perjuangan pahlawan nasional dari Kalisalak, Batang, Kyai Ahmad Rifai.   

Diskusi dimulai pukul 20.15 diawali dengan tawasulan dan pembacaan syi’ir “Alamate Anak Sholeh Iku Papat”, lalu dilanjutkan dengan diskusi. Beberapa tokoh seperti Arif Dirhamzah (Direktur Operasional Radio Kota Batik), Turadi (Budayawan Batang), A.S. Burhan (Cendekiawan), M.J.A. Nashir (Pegiat Budaya di Komunitas Batang Heritage), Caswiyono Rusydie (Stafsus Kemenaker), Sohirin (Owner Kafe Joglomberan), M. Fathoni (Kepala Satpol PP Batang), Rahwan Astyo Wibowo (Disparpora Batang) hingga Agus Candiareng (Kolektor buku-buku lawas) hadir menjadi pemantik. Terdapat pula beberapa pemantik lain yang mumpuni (sayang mimin lupa namanya) yang menyampaikan bahan diskusi dan renungan yang sangat menarik.

Dok. Infobatang

Para pemantik tersebut menyampaikan materi diskusi berdasarkan latar belakang dan sudut pandang masing-masing. Sebagai contoh, Arif Dirhamzah memaparkan kronik dan catatan sejarah penting terkait Pekalongan dan Batang. Selain sebagai jurnalis, pria yang biasa disapa Mas Dirham ini memang dikenal sebagai pegiat  yang secara khusus menekuni sejarah Kota Pekalongan dan Kabupaten Batang. Ia juga memaparkan beberapa cuplikan peristiwa atau kiprah tokoh sejarah Pekalongan & Batang yang secara signifikan berpengaruh terhadap rentetan peristiwa nasional. Bahkan beberapa ia ungkapkan sebagai potongan “puzzle” penting yang menentukan arah sejarah bangsa.  

M.J.A. Nashir yang merupakan pegiat budaya dari Komunitas Batang Heritage mengungkapkan pengalamannya berinteraksi dengan komunitas Rifaiyah Batang dalam upayanya menggali warisan budaya Batang terutama batik. Nashir menyampaikan bahwa Batang memiliki sebuah komunitas socio-religi yang meninggalkan warisan berupa budaya membatik yang sangat unik. Batik Rifaiyah merupakan pengejawantahan laku (suluk), dzikir, olah batin sekaligus ikhtiar perekonomian dari para anggota komunitasnya. Hal ini tentu sangat berharga dan penting untuk diketahui dan dirawat oleh generasi sekarang.

Caswiyono Rusydie,  pria asal Reban yang kini bekerja sebagai Stafsus Kemenaker juga turut menyampaikan sudut pandangnya terkait sejarah kota tempat ia lahir dan dibesarkan. Ia menjelaskan, perjuangan Kyai Ahmad Rifai Kalisalak tidak hanya perlu dikenang, namun juga perlu digali dan dijaga spiritnya. Sebagai pahlawan nasional, beliau tidak secara eksklusif menjadi milik komunitas Rifaiyah saja, namun juga menjadi milik komunitas-komunitas lain, bahkan yang non-muslim sekalipun karena perjuangan yang beliau lakukan adalah perjuangan kebangsaan.

Caswiyono bahkan mengutarakan, jika memungkinkan, perlu didirikan sebuah universitas di Batang yang menggunakan nama tokoh yang pernah diasingkan Belanda ke Tondano, Sulawesi tersebut. Caswiyono juga mengungkapkan perlunya penyusunan sebuah “kitab babon” terkait sejarah Batang. Hal ini penting sebagai sarana menjelaskan kepada khalayak bahwa nama daerah  “Batang” siginifikan dan sudah eksis sejak dulu, bahkan jauh ratusan tahun sebelum 1966 (tahun yang saat ini dianggap sebagai tahun lahir Kab. Batang)

Agus Candiareng, sebagaimana nampak dari gurat-gurat kelawasan dari wajahnya menyampaikan beberapa referensi lawas yang penting dan perlu dikulik jika ingin memahami sejarah Pekalongan dan Batang, termasuk sejarah mengenai  perjuangan Kyai Ahmad Rifai Kalisalak. Ia juga memiliki beberapa koleksi manuskrip yang sekiranya digali dan ditelaah, akan membuka jendela pemahaman yang utuh terhadap beberapa sosok di masa lalu.

Beberapa materi yang disampaikan oleh para pemantik tersebut jika diringkas, setidaknya dapat dirumuskan menjadi  tiga poin. Yang pertama, Batang sudah eksis sejak dahulu, jika menilik pada kronik sejarah Mataram, Batang sebagai kadipaten sudah ada sejak 1614. Lalu yang kedua, berdasarakan referensi sejarah, Pekalongan & Batang telah melahirkan beberapa tokoh sejarah nasional yang penting dan perlu diperkenalkan kepada generasi sekarang.

Dan yang ketiga, generasi muda Batang di era sekarang perlu meneladani sekaligus menghidupkan beberapa laku para pahlawan nasional seperti Kyai Ahmad Rifai Kalisalak. Kyai Ahmad Rifai dikenal memiliki gaya hidup sederhana (simpel). Beberapa tahun belakangan, akibat banjir informasi dan perkembangan media sosial,  gaya hidup sederhana, kewaspadaan  (mindfulness) dan filsafat stoa dinilai menjadi solusi dan banyak digemari. Terkadang kita mencari terlalu jauh, padahal di dekat kita ada sosok seperti Kyai Ahmad Rifai yang bisa kita gali gaya hidupnya dan dijadikan inspirasi.

@fiza.umami

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *