BATANG, INFOBATANG.COM – Hasil penangalan karbon (carbon dating) pada situs Candi Bata, Gringsing menunjukkan bahwa candi tersebut merupakan peninggalan peradaban pra-Mataram kuno. Tim ekskavasi dan para peneliti BRIN terus bekerja menguak kabut misteri yang menyelimuti bangunan candi yang terletak tak jauh petirtan Balekambang tersebut.
Penelitian situs Candi Bata sebenarnya telah dilakukan sejak 1977. Pada waktu itu, para peneliti dari PUSLIT merujuk catatan pemeritah desa yang telah ada sebelumnya. Catatan tersebut, memuat tentang temuan beberapa artefak kuno di sekitar petirtan Balekambang. Area sekitar petirtan Balekambang juga merupakan lokasi ditemukannya prasasti Bendosari (abad VII). Prasasti tersebut kini disimpan di Museum Ronggowarsito, Semarang.
Keberadaan petirtan, sebagaimana diduga oleh para peneliti merupakan tempat untuk menyucikan diri sebelum melakukan peribadatan. Prasasti Bendosari yang ditulis dalam huruf pallawa dan berbahasa sanksekerta memuat informasi bahwa mata air yang ada di petirtan tersebut merupakan mata air suci yang diibaratkan sama sucinya dengan sungai di India.
Pada 2019, proses penelitian dan ekskavasi kembali dilakukan. Para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan beberapa pecahan fragmen lampu dan tembikar di sekitar lokasi Candi Bata. Hal ini mengindikasikan bahwa area ini pada masa lalu merupakan pusat aktivitas manusia.
Para peneliti menemukan bahwa cakupan area situs merupakan satu kesatuan kompleks yang cukup luas. Selain di lokasi yang saat ini dilakukan ekskavasi, masih terdapat candi lain yang berlokasi berjarak sekitar 200 m dari lokasi sebelumnya.
Salah sorang anggota tim ekskavasi dari BRIN, Fikri, saat ditemui di lokasi situs menjelaskan bahwa situs Candi Bata kemungkinan berasal dari periode pra – Mataram kuno.
“Dari hasil carbon dating, menunjukkan bahwa candi dibangun pada abad ke 7 dimana saat itu merupakan peradaban sebelum kerajaan Mataram kuno”, terang Fikri.
“Adapun kerajaan yang saat iitu eksis, sebagaimana diterangkan dalam teori ilmu sejarah, adalah kerajaan Kalingga atau Holing”, lanjut FIkri.
“Kerajaan Kalingga pernah dipimpin oleh ratu terkenal bernama Shima dan lokasinya diduga diantara Pekalongan dan Jepara”, imbuhnya.
Proses ekskavasi candi dilakukan hingga kedalaman 1,5 meter dengan luas 8×8 meter persegi. Dari hasil penggalian, bisa dipastikan jika hanya tersisa kaki candii saja. Adapun badan dan puncak candi sudah tidak ada. Proses penelitian situs Candi Bata sendiri dilakukan oleh BRIN dengan Agustijanto Indrajaya sebagai ketua timnya.
Ditemukannya situs Candi Bata menjadi bekal untuk mendalami dan mengenal kembali peradaban masa lalu di pesisir utara Jawa, terutama di Kab. Batang. Harapannya, ke depan terdapat tindakan dan upaya lebih, baik dari pemerintah, masyarakat maupun komunitas sejarah budaya agar proses penyelamatan dan pemugaran situs-situs sejarah di Kabupaten Batang dapat dilakukan. Hal ini tentu menjadi kerja peradaban yang hasilnya bersifat jangka panjang, yang mungkin hanya akan bisa dinikmati oleh anak cucu kita. (FU)