Bus AKAP vs Angkudes: Mencari Solusi di Tengah Polemik Transportasi Batang

Bus AKAP vs Angkudes: Mencari Solusi di Tengah Polemik Transportasi Batang

Belakangan ini, wacana larangan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) masuk ke wilayah kecamatan di Batang menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, larangan ini didukung para pengemudi angkutan desa (angkudes) yang merasa penghasilannya menurun (Disway Jateng, 3/10/2025). Di sisi lain, larangan justru mempersulit warga yang hendak bepergian jarak jauh, seperti ke Jabodetabek, karena harus berangkat dari terminal yang lebih jauh seperti Pekalongan (Pantura Suara Merdeka, 3/10/2025). Persoalan ini sebenarnya lebih kompleks dari yang sekadar tampak di permukaan. Lebih dalam, larangan ini justru mengabaikan akar masalah yang sesungguhnya: bukan persaingan antara kedua moda transportasi itu, melainkan kegagalan sistem transportasi lokal dalam beradaptasi dengan perubahan zaman.

Gambar Ilustrasi: Grok

Fenomena sepinya angkudes seringkali disalahartikan sebagai dampak langsung dari operasional bus AKAP. Padahal, keduanya melayani segmen yang berbeda. Bus AKAP melayani penumpang dengan tujuan jarak jauh antarprovinsi, sedangkan angkudes seharusnya menjadi tulang punggung mobilitas harian warga antar kecamatan.

Bus AKAP tidak mungkin melayani rute dalam kota karena secara operasional tidak efisien. Justru, kehadiran agen bus AKAP di kecamatan adalah bukti adanya kebutuhan riil masyarakat akan transportasi jarak jauh yang mudah diakses.

Masalah sebenarnya terletak pada menyusutnya minat masyarakat terhadap angkudes. Banyaknya kendaraan pribadi dan ketidakteraturan layanan angkudes telah menciptakan lingkaran setan: penumpang berkurang, pendapatan sopir merosot, armada yang beroperasi semakin sedikit, dan pada akhirnya masyarakat semakin sulit mengandalkan transportasi umum. Akibatnya, rute seperti Batang–Bandar–Blado yang dahulu ramai kini nyaris mati.

Solusi sesungguhnya terletak pada inovasi model transportasi umum dalam kota yang menjawab kebutuhan masyarakat saat ini. Daripada memaksakan kolaborasi yang tidak realistis antara angkudes dan bus AKAP, lebih penting menciptakan terobosan yang membuat transportasi umum  dalam kota (angkudes, mikrobus, dll.) menjadi pilihan yang menarik, nyaman, dan dapat diandalkan bagi seluruh masyarakat. Aspek kenyamanan penumpang harus menjadi prioritas utama, termasuk evaluasi format angkutan yang ada saat ini – apakah masih sesuai dengan standar kenyamanan terkini atau perlu penyesuaian desain dan fasilitas.

Inovasi ini harus menjawab lima tantangan utama. Pertama, meningkatkan kenyamanan dengan evaluasi desain kendaraan. Kedua, memberikan kepastian pendapatan bagi awak angkutan melalui sistem bagi hasil atau insentif tetap. Ketiga, menciptakan kepastian jadwal dan ketersediaan armada melalui manajemen terpadu berbasis aplikasi digital. Keempat, memperluas jangkauan rute ke pusat-pusat perkembangan baru seperti Stasiun Kereta Api Batang. Kelima, menjamin jam operasional yang andal sehingga kapanpun masyarakat membutuhkan, transportasi umum selalu siap melayani.

Di sisi lain, perlu ada kampanye sistematis untuk membangun budaya bertransportasi yang lebih sehat. Masih banyak ditemui pelajar yang belum memiliki SIM menggunakan kendaraan bermotor untuk berangkat dan pulang sekolah. Fenomena ini perlu diatasi dengan mengarahkan mereka untuk menggunakan transportasi umum atau bersepeda.

Pemerintah dapat menciptakan insentif konkret seperti subsidi tarif bagi pelajar dan pekerja, pembangunan infrastruktur bersepeda yang aman, serta kerja sama dengan sekolah untuk mempromosikan budaya transportasi yang bertanggung jawab. Dengan pendekatan komprehensif yang menggabungkan inovasi layanan dan perubahan perilaku, sistem transportasi yang berkelanjutan dapat diwujudkan. Mungkinkah?

Fiza Umami

Pendengar radio & penghuni dapur Infobatang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *